Jumat, 28 Desember 2012

BUKAN BERARTI TAK MAMPU (TEMA : AKU DAN SAHABAT DISABILITASKU)


Penyandang disabilitas atau penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/ mental, yang dapat mengganggu dan menjadi hambatan baginya untuk melakukan aktivitas. Disabilitas (disability) dapat bersifat fisik, kognitif, mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari ini.
Jumlah penyandang disabilitas di Indonsia tergolong tinggi. Menurut PBB, jumlah penyandang disabilitas di seluruh dunia diperkirakan sekitar 600 jiwa. Sedangkan pada tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan 31.327 orang atau 10 persen dari jumlah populasi, dengan jumlah terbanyak berada di propinsi Jawa Barat.
Penyandang disabilitas bisa kita kategorikan sebagai salah satu dari berjuta keanekaragaman di negeri ini. Kita hanya perlu memandang positif segala kekurangan yang mereka miliki. Kemudian mengelola segala kekurangannya menjadi sebuah pemacu untuk mengembangkan segala potensi yang ada.
Jika kita mengingat keanekaragaman di negeri ini, tentu saja kita akan memusatkan pikiran kita terhadap semboyan negeri ini yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika”. Artinya, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia adalah satu kesatuan. Namun yang menjadi permasalahan adalah sudahkah kita mentoleransi segala perbedaan yang ada di negeri ini?
Pada umunya, penyandang disabilitas dikonotasikan sebagai orang yang berkemampuan terbatas, dan berkedudukan di bawah orang-orang yang bukan penyandang disabilitas. Sehingga sering kali ditemui perlakuan diskriminatif terhadap golongan ini. Kebanyakan masyarakat berpresepsi bahwa golongan penyandang disabilitas adalah golongan yang butuh ‘dikasihani’. Ironisnya, kata ‘dikasihani’ ini cenderung untuk membedakan status si penyandang disabilitas. Masyarakat menganggap golongan ini sebagai orang-orang lemah yang tak berdaya.
Budaya apatis sebenarnya telah mewabah seiring berkembangnya zaman. Terkadang ada masyarakat yang apatis terhadap keberadaan penyandang disabilitas. Padahal, para penyandang ini pasti punya kelebihan dalam dirinya. Hanya saja kelebihan ini sering tidak dianggap keberadaannya sehingga penyandang disabilitas hanya dipojokkan sebagai ‘individu tak berkemampuan’. Jelas saja ini merupakan opini yang salah.
Terlalu banyak masyarakat yang memandang sebelah mata terhadap penyandang disabilitas. Sederhana saja, contohnya sebagian besar orang akan cenderung menjauhi penyandang disabilitas. Selain itu, banyak perkantoran belum menyediakan kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas, mereka masih menomorsatukan orang yang sehat jasmani untuk bekerja.
Perlu diketahui, penyandang disabilitas BUKANLAH orang rendah dan tak punya kemampuan apapun. Mereka hanya memiliki sedikit hambatan dalam menjalani aktivitasnya. Namun bukan berarti aktivitas mereka terhambat sepenuhnya. Mereka mampu melakukan hal-hal seperti yang kita lakukan, meskipun cara mereka berbeda dengan kita.
Menyisihkan penyandang disabilitas bukanlah cara yang tepat. Yang perlu dilakukan adalah mendonorkan kepedulian kita terhadap mereka dengan cara membangkitkan semangat, mengembangkan bakat penyandang disabilitas serta menyatukan segala perbedaan agar terwujud bangsa yang harmonis. Bahkan tak ada salahnya kita jadikan penyandang disabilitas sebagai sahabat.

CATATAN :
Hellen Adam Keller atau biasa dikenal Hellen Keller adalah salah satu penyandang disabilitas. Ia menderita buta dan tuli sebelum ia mengetahui cara membaca dan menulis. Ia bisa membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak bisa mengekang manusia untuk sukses, selama ada keyakinan diri, kerja keras dan semangat.


Senin, 26 November 2012

TERPISAH (CERPEN)


Jangan ambil pusing tentang  apa yang melatarbelakangi cerpen ini, ingat ini hanya cerita fiksi :)

Hujan semakin deras turun. Aku berdiri di depan ruang kelasku, sambil menikmati aroma tanah kering yang telah diguyur oleh butiran-butiran air.  Aku suka aroma ini, wanginya melebihi harum bunga jenis apapun. Tak peduli rokku basah terkena cipratan-cipratan air, yang tepenting aku bisa menikmatinya, setidaknya membuatku bahagia.
Kutarik nafasku dalam-dalam kemudian kukeluarkan lagi. Kupejamkan mata ini, menikmati indahnya hujan.  Pikiranku melayang jauh ke angkasa, membayangkan bagaimana rasanya bila jadi tanah, pasti menyenangkan. Tentu saja dia takkan kekeringan, sebab ada hujan, dia akan selalu tercukupi.
“Kamu belum pulang?” tanya seseorang dengan suara lembutnya. Rupanya dia, Rasya, orang yang sangat aku kasihi.
“Belum, kan nunggu kamu,” jawabku sambil tertawa.
Rasya bergeming. Tak merespon apapun. Aneh, tak seperti biasanya. Kemudian Aku menatap matanya, memastikan bahwa dia baik-baik saja.
“Kamu sakit?” ucpaku sambil memegang dahinya dengan permukaan telapak tanganku.
“Tidak ada yang sakit kok,” dia menyingkirkan tanganku kemudian memalingkan muka.
Aku terkejut. Mulutku menganga heran. Benar-benar bukan Rasya yang kukenal. Apa aku punya kesalahan? Aku rasa tidak. Pagi tadi saja sikapnya belum seperti ini. Kini dia seperti orang asing bagiku.
“Kamu kenapa sih? Aneh banget. Kalau sakit bilang, jangan dipendam sendiri.”
Dia masih saja diam. Matanya seperti menyimpan kepedihan. Tapi aku tak mengerti apa itu. Berbagai pikiran terlintas di otakku. Rasanya akan ada yang terjadi, atau bisa jadi dia sedang dilanda masalah besar.
“Rasya? Jawab donk!” nada bicaraku meninggi.
“Aku ingin kita putus,” katanya dengan cepat.
Mataku membelalak, aku benar benar kaget mendengar ucapannya. Pikiranku berkecamuk dengan sendirinya, jiwa ini bergejolak. Aku tak paham apa maksudnya. Aku belum bisa percaya begitu saja.
“Putus?”
“Ya, putus. Bagaimana?
“Semudah itu kah?” air mataku sudah berada di sudut mata. Beberapa detik lagi mungkin akan menetes, tapi aku berusaha menahannya.
“Apa kau masih suka denganku?” pertanyaan ini adalah pertanyaan terbodoh yang pernah kudengar. Jelas saja aku masih menyukainya, karena kupikir tak ada alasan untuk membencinya.
“Harusnya aku yang bertanya demikian.”
“Kenapa?”
“Karna aku butuh penjelasan.”
Tiba-tiba suasana menjadi hening. Aku diam, dia tak berbicara. Kami sama-sama memandang ke arah hujan yang semakin deras. Sebenarnya aku ingin menangis, tapi aku berusaha tegar. Aku tidak boleh terlihat lemah dihadapannya.
Aku mendongak ke atas, menatap langit. Betapa suramnya langit, hingga turut menghanyutkanku dalam hujan yang tak lagi indah di mataku.
“Aku ingin kita terpisah, entah karena takdir atau apapun,”  ucapnya datar.
“Aku ingin sendiri,” lanjutnya.
Kepedihan merajam jantungku. Aku tak kuasa lagi menahan air mata. Di hadapannya aku menangis. Benar-benar memalukan, tapi bagaimana lagi, aku merasa dipermainkan. Dulu dia menghiburku saat pilu, membawaku dalam sukacita, menopangku saat terjatuh, membangkitkanku saat terkulai lemah. Tapi kini dengan mudahnya dia menghancurkan segala yang ada.
Aku ingat, dulu dia pernah bilang bahwa aku orang terbaik semasa hidupnya. Dia takkan meninggalkanku. Tapi apa? Semua hanya omong kosong!
“Kau tak pernah mengerti, Rasya.”
“Aku selalu mencoba memahamimu,” suaranya begitu lembut, menguak kenangan yang pernah terjadi, dulu.
“Tapi kau tak bisa paham.”
“Bukankah mentari akan tersenyum bila kau dan aku terpisah?”
“Maksudmu?” aku tak mengerti ucapannya
“Kau dan aku bersatu, namun perbedaan tak pernah jadi satu.”
“Beda itu indah, bagiku.”
“Tak seindah kisah kita,” sambungnya.
Aku mulai lelah. Aku hanya bisa menjerit dalam hati. Berulang kali kuusap air mata ini. Tampaknya hujan melunturkan bahagiaku hingga mngharuskanku tenggelam dalam duka.
“Anggap saja kita terpisah oleh keadaan. Bukan atas kehendakku, melainkan kehendak Tuhan,” ucapnya sambil menyodorkan jam tangan pemberianku yang baru saja dilepasnya.
“Tak perlu bawa nama Tuhan.”
“Apa kau marah?”
“Pergilah, aku ingin sndiri.” Kataku sambil menyenderkan badan di tembok.
Hujan, langit kelam, dan air mata. Tiga hal yang melebur satu dalam kepedihan. Bahkan aku merasakan penyesalan yang begitu dalam.  Aku terisak dalam keheningan, sendiri kumenangis. Hujanlah yang menjadi saksi kisah kasihku dengannya, ketika aku dekat, kemudian jauh darinya.
Dia takkan pernah mengerrti apa yang kurasakan. Hingga kapanpun aku selalu menyayanginya walau dalam kebencian yang terajut dengan sendirinya. Hanya Tuhan yang tahu, apa yang sebenarnya aku rasakan. Aku sendiri tak mampu menggambarkan rasa ini, terlalu sulit untuk dipahami. Ya, terpisah. Bukan dipisah ataupun memisah. Setidaknya aku tau makna cinta, yang berujung dengan kepahitan.

Senin, 22 Oktober 2012


Ini ada cerpen, silakan dibaca, boleh dijadiin referensi tapi jangn jadi plagiat ya :)

TANPA NAMA

Aku berdiri di tepi sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Ku pandangi air yang mengalir perlahan. Berdiri di sini, membuatku teringat akan kenangan yang begitu indah. Semua tentang kehidupanku di Bandung, tempat tinggalku dulu. Aku tak berhenti melempar kerikil ke arah sungai. Kuayunkan tanganku dari belakang ke depan.  Sesekali, kupandangi langit sore yang begitu indah. Biasan sinar matahari membuatnya tampak lebih hidup, memberi kedamain bagi setiap orang.
Terkadang aku merasa sebuah penyesalan. Tak pernah terbayang di pikiranku untuk tinggal di daerah ini. Pikiranku berkecamuk. Aku benar-benar merindukan tempatku dulu.
“Kasihan nasib batu. Hanya dilempar tanpa dipandang sebagai sesuatu yang istimewa,” ucap seseorang dari arah belakang, kemudian berdiri di sampingku.
Lelaki sebayaku itu membawa sebuah clurit dan mengenakan caping lusuh di kepalanya. Bajunya  tak layak pakai. Bibir keringnya begitu mungil dan mempesona, sebenarnya. 
“Tragis. Tuhan saja tak pernah membuang batu. Tapi kenapa ada manusia yang melakukan hal itu?” lanjutnya sambil memandang ke hamparan padi yang begitu luas.
Aku tertegun. Pikirku, ini hanya batu, dan tersedia melimpah di bumi ini. Ini hal sepele, namun lelaki ini begitu mempersoalkannya.
“Bukankah batu jumlahnya tak terbatas?” tanyaku sambil melirik ke arahnya.
“Sebanyak harga diri manusia tepatnya.” Sahutnya singkat tanpa menoleh ke arahku sedikitpun
“aku tak mengerti.”
“sama sepertiku.” Ucapnya sambil melepaskan caping yang digunakan.
“Terus maksud pembicaraanmu tadi apa?”
“Aku tak berbicara, hanya berpendapat.”
“Ya, itu maksudku,” kataku sedikit dongkol.
“Dan ini maksudku,” sahutnya .
Aku semakin bingung. Lelaki ini membuatku penasaran. Kuambil sebuah batu besar, kemudian kulemparkan ke dalam sungai hingga menimbulkan percikan air yang cukup banyak.
“Jika kau mengijinkan, bolehkah aku tahu namamu?” tanyaku sambil mengajukan tangan kanan.
“Pentingkah aku untuk orang sepertimu?”
“Tentu saja, kau membuatku penasaran sejak awal.”
“Tanya saja pada batu-batu yang kau buang,” jawabnya seraya pergi.
                Sinar matahari menerpa wajahku, melebur dengan pikiranku yang bergejolak. Terkadang hidup di sini ibarat berada dalam gua hitam, tak mengerti apapun yang terjadi, terlalu suluit dipahami.

Kamis, 19 April 2012

Masa kecill kurang kerjaan :D

hallo halooo, mau berbagi cerita ni.. gakpenting sih, tp gkpapa yaaaa daripada gak ada yg di share :D

well, aku mau cerita ttg masa kecilku yg bisa dibilang aneeh! haha
aku lahir tgl 19 Juni 1996 di Bandung hari Rabu jam 13.00 WIB . Aslinya sih aku telat lahir -__- hampir 10 bulan gak lahir2.
katanya sih, aku tu dulu gak mau keluar dari peruuut. harus di  vakum atau apalah. aku gakbisa keluar karna kegemukan, berat badan waktu lahir tu 3,8 kg. tp aneh deh, skrng malahakuuu kuruus -,-
teruus dr kecil  tu paling gak suka pake anting, pasti kupingku aku tarik2 sampe berdarraaah.
terus2, hobi waktu kecil tu pura puraa jd dokter, terus pasiennya tu bonekaa haha. inget bgt sama tetehbibi yg sering jadi korban kejailan ku waktu kecil # maaf ya teh Iis :D
pas kecil tu udah biasa sama yg namanya jatuuh. jatuh dr pohon, kursi haaha
kalo dulu tu pas umur sekitar 5 thn aku suka bgt main ucing sumput (kalo bahasa indonesianya tu, petak umpet), biasanya main sama teh Qisti, Ulfah, Febi sama Kiki. terus sering botram alias makan bareng di belakang rumah :D
hal yg paling gk akan terlupakan tu pas pernah di kabarin hilang sampe2 pada heboh nyarii.. padahal kita main kerumah kosong sampe magrib (hbsnya kita naik ke tingkat atas, gktau jalan kluarnya) hahahaaa
waktu kecil sering bgt dimarahin orang karna nakaaal,namanya jg anak kecil :p
pernah jg aku ngeledekin anjing, eeeeh akunya malah dikejaaar haha --"

oke lah kalo begitu, baru segini aja yg bisa aku share. maksh udah sempeet baca :D