Penyandang
disabilitas atau penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan
fisik dan/ mental, yang dapat mengganggu dan menjadi hambatan baginya untuk
melakukan aktivitas. Disabilitas (disability) dapat bersifat fisik, kognitif,
mental, sensorik, emosional, perkembangan atau beberapa kombinasi dari ini.
Jumlah
penyandang disabilitas di Indonsia tergolong tinggi. Menurut PBB, jumlah
penyandang disabilitas di seluruh dunia diperkirakan sekitar 600 jiwa.
Sedangkan pada tahun 2012 jumlah penyandang disabilitas di Indonesia diperkirakan
31.327 orang atau 10 persen dari jumlah populasi, dengan jumlah terbanyak
berada di propinsi Jawa Barat.
Penyandang
disabilitas bisa kita kategorikan sebagai salah satu dari berjuta
keanekaragaman di negeri ini. Kita hanya perlu memandang positif segala
kekurangan yang mereka miliki. Kemudian mengelola segala kekurangannya menjadi
sebuah pemacu untuk mengembangkan segala potensi yang ada.
Jika
kita mengingat keanekaragaman di negeri ini, tentu saja kita akan memusatkan
pikiran kita terhadap semboyan negeri ini yang berbunyi “Bhinneka Tunggal Ika”.
Artinya, meskipun berbeda-beda tetapi pada hakikatnya bangsa Indonesia adalah
satu kesatuan. Namun yang menjadi permasalahan adalah sudahkah kita mentoleransi
segala perbedaan yang ada di negeri ini?
Pada
umunya, penyandang disabilitas dikonotasikan sebagai orang yang berkemampuan
terbatas, dan berkedudukan di bawah orang-orang yang bukan penyandang
disabilitas. Sehingga sering kali ditemui perlakuan diskriminatif terhadap
golongan ini. Kebanyakan masyarakat berpresepsi bahwa golongan penyandang
disabilitas adalah golongan yang butuh ‘dikasihani’. Ironisnya, kata
‘dikasihani’ ini cenderung untuk membedakan status si penyandang disabilitas.
Masyarakat menganggap golongan ini sebagai orang-orang lemah yang tak berdaya.
Budaya
apatis sebenarnya telah mewabah seiring berkembangnya zaman. Terkadang ada
masyarakat yang apatis terhadap keberadaan penyandang disabilitas. Padahal,
para penyandang ini pasti punya kelebihan dalam dirinya. Hanya saja kelebihan
ini sering tidak dianggap keberadaannya sehingga penyandang disabilitas hanya
dipojokkan sebagai ‘individu tak berkemampuan’. Jelas saja ini merupakan opini
yang salah.
Terlalu
banyak masyarakat yang memandang sebelah mata terhadap penyandang disabilitas.
Sederhana saja, contohnya sebagian besar orang akan cenderung menjauhi
penyandang disabilitas. Selain itu, banyak perkantoran belum menyediakan
kesempatan bekerja bagi penyandang disabilitas, mereka masih menomorsatukan
orang yang sehat jasmani untuk bekerja.
Perlu
diketahui, penyandang disabilitas BUKANLAH orang rendah dan tak punya kemampuan
apapun. Mereka hanya memiliki sedikit hambatan dalam menjalani aktivitasnya.
Namun bukan berarti aktivitas mereka terhambat sepenuhnya. Mereka mampu
melakukan hal-hal seperti yang kita lakukan, meskipun cara mereka berbeda
dengan kita.
Menyisihkan
penyandang disabilitas bukanlah cara yang tepat. Yang perlu dilakukan adalah
mendonorkan kepedulian kita terhadap mereka dengan cara membangkitkan semangat,
mengembangkan bakat penyandang disabilitas serta menyatukan segala perbedaan
agar terwujud bangsa yang harmonis. Bahkan tak ada salahnya kita jadikan
penyandang disabilitas sebagai sahabat.
CATATAN :
Hellen Adam Keller atau
biasa dikenal Hellen Keller adalah salah satu penyandang disabilitas. Ia
menderita buta dan tuli sebelum ia mengetahui cara membaca dan menulis. Ia bisa
membuktikan bahwa keterbatasan fisik tidak bisa mengekang manusia untuk sukses,
selama ada keyakinan diri, kerja keras dan semangat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar