Ini ada cerpen, silakan dibaca, boleh dijadiin referensi tapi jangn jadi plagiat ya :)
TANPA NAMA
Aku berdiri
di tepi sungai yang berjarak sekitar 100 meter dari rumahku. Ku pandangi air
yang mengalir perlahan. Berdiri di sini, membuatku teringat akan kenangan yang
begitu indah. Semua tentang kehidupanku di Bandung, tempat tinggalku dulu. Aku
tak berhenti melempar kerikil ke arah sungai. Kuayunkan tanganku dari belakang
ke depan. Sesekali, kupandangi langit
sore yang begitu indah. Biasan sinar matahari membuatnya tampak lebih hidup,
memberi kedamain bagi setiap orang.
Terkadang aku
merasa sebuah penyesalan. Tak pernah terbayang di pikiranku untuk tinggal di
daerah ini. Pikiranku berkecamuk. Aku benar-benar merindukan tempatku dulu.
“Kasihan
nasib batu. Hanya dilempar tanpa dipandang sebagai sesuatu yang istimewa,” ucap
seseorang dari arah belakang, kemudian berdiri di sampingku.
Lelaki
sebayaku itu membawa sebuah clurit dan mengenakan caping lusuh di kepalanya.
Bajunya tak layak pakai. Bibir keringnya
begitu mungil dan mempesona, sebenarnya.
“Tragis.
Tuhan saja tak pernah membuang batu. Tapi kenapa ada manusia yang melakukan hal
itu?” lanjutnya sambil memandang ke hamparan padi yang begitu luas.
Aku tertegun.
Pikirku, ini hanya batu, dan tersedia melimpah di bumi ini. Ini hal sepele,
namun lelaki ini begitu mempersoalkannya.
“Bukankah
batu jumlahnya tak terbatas?” tanyaku sambil melirik ke arahnya.
“Sebanyak
harga diri manusia tepatnya.” Sahutnya singkat tanpa menoleh ke arahku
sedikitpun
“aku tak
mengerti.”
“sama
sepertiku.” Ucapnya sambil melepaskan caping yang digunakan.
“Terus maksud
pembicaraanmu tadi apa?”
“Aku tak
berbicara, hanya berpendapat.”
“Ya, itu
maksudku,” kataku sedikit dongkol.
“Dan ini
maksudku,” sahutnya .
Aku semakin
bingung. Lelaki ini membuatku penasaran. Kuambil sebuah batu besar, kemudian
kulemparkan ke dalam sungai hingga menimbulkan percikan air yang cukup banyak.
“Jika kau
mengijinkan, bolehkah aku tahu namamu?” tanyaku sambil mengajukan tangan kanan.
“Pentingkah
aku untuk orang sepertimu?”
“Tentu saja,
kau membuatku penasaran sejak awal.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar